Perbedaan KBK 2004 dengan KTSP
PENDAHULUAN
Pendidikan di era reformasi sudah cukup memperoleh perhatian terutama berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan karena rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Namun indikator ke arah peningkatan mutu tersebut belum menunjukkan keberhasilan yang berarti.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan juga ditempuh dalam rangka mengantisipasi berbagai perubahan dan tuntutan kebutuhan masa depan yang akan dihadapi. Upaya sentralnya berporos pada pembaruan kurikulum pendidikan. Sebagai usaha terencana, pembaruan kurikulum tentulah didasari oleh alasan yang jelas dan substantif serta mengarah pada terwujudnya sosok kurikulum yang lebih baik, dalam arti yang seluas-luasnya, bukan sekadar demi perubahan itu sendiri.
Perubahan kurikulum yang dilakukan oleh Depdiknas mulai dari KBK, kemudian KTSP untuk mengantisipasi perubahan dan tuntutan masa depan yang akan dihadapi siswa sebagai generasi penerus bangsa. Langkah ini dilakukan setelah diketahui bahwa kurikulum yang telah diterapkan selama ini, yaitu Kurikulum 1994, mayoritas masih berbasis materi. Di samping itu, penjabaran materi antarkelas tidak dapat dilihat dengan jelas kesinambungannya.
Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) disosialisasikan sejak pertengahan tahun 2001 oleh Departemen Pendidikan Nasional (yang diterapkan secara resmi pada tahun ajaran 2004/2005) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dilaksanakan mulai tahun 2006/ 2007 (melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006).
Ketika dimunculkan dan diperkenalkan serta diujicobakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, diperkenalkanlah Paradigma Baru PKn. Paradigma dalam hal ini dimaksudkan merupakan kesepakatan dari suatu komunitas tentang hal-hal yang bersifat mendasar seperti: materi pokok keilmuan, sudut pandang atau orientasi, visi dan misi. Paradigma baru PKn merupakan upaya untuk mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi PKn selama ini.
Kemudian setelah ada PP No. 19 Tahun 200 Tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan , dimana yang termasuk jenis standar nasional adalah standar isi dan standar kompetensi lulusan (SKL) sebagai titik tolak dalam penyusunan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), maka jelas akan ada perubahan kurikulum. Kurikulum yang akan datang merupakan kewenangan penuh masing-masing satuan pendidikan.
Perubahan apa yang terjadi dari KBK menjadi KTSP? Bagaimana halnya dengan Mata pelajaran PKn, apakah ada perbedaan yang prinsipil pasca KBK (KTSP)? Inilah yang menjadi pembahasan dalam makalah ini. Dengan demikian, isi dan ruang lingkup makalah mencoba menggambarkan hal-hal berikut:
1. Perbedaan KBK dengan KTSP secara umum
2. Perbedaan PKn menurut KBK dan KTSP (menurut Standar Isi BSNP)
Semoga apa yang penulis sajikan dalam makalah ini bermanfaat terutama bagi guru mata pelajaran PKn untuk lebih menambah wawasan dalam memahami Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang sedang berlaku saat ini, sehingga scara konseptual maupun praktek pembelajaran di kelas sesuai dengan tuntutan kurikulum.
PERBEDAAN KBK DENGAN KTSP
A. Umum
1. Perlunya Perubahan Kurikulum
Pendidikan adalah suatu proses yang memberikan kesempatan dan memungkinkan berkembangnya kemampuan peserta didik secara utuh, agar ia bisa menjalani kehidupan secara efektif dan efisien sehingga keberadaanya tidak saja berguna bagi diri pribadi tetapi juga berguna bagi masyarakat dan bangsanya.
Ada tiga kebijakan dasar peningkatan mutu pendidikan :
• Demokratisasi Pendidikan
• Profesionalisasi
• Pengembangan Kurikulum yang Fleksibel, Adaptabel, dan Relevan.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah/sekolah. Fungsi kurikulum :
• Sebagai alat atau sarana, sehingga bersifat netral tergantung kepada pemakai.
• Sebagai Jantung Pendidikan, yang memiliki fungsi menghidupkan dan menggerakkan.
Kondisi yang terjadi dalam pendidikan masih menggunakan kurikulum yang seragam untuk semua tempat. Semua komponen dan gerak diatur oleh pusat, sehingga belum mengakomodasi keragaman yang ada. Tujuan pembelajaran pun belum tercapai secara optimal.
Berikut ini perbedaan antara kurikulum 1994 dengan kurikulum KBK 2004 seperti dalam tabel.
A S P E K KURIKULUM 1994 KURIKULUM 2004
• PENGAMBILAN KEPUTUSAN Semua aspek kurikulum ditentukan oleh Departemen (Pusat) Pembagian wewenang dalam menentukan kurikulum
• PUSAT PERHATIAN Penyampaian materi pelajaran oleh guru Kompetensi dasar yang dikuasai siswa
• PROSES Teaching:
berpusat pada guru , metoda monoton, guru sumber ilmu utama Learning:
berpusat pada siswa, metoda bervariasi, guru sebagai fasilitator
• HASIL PENDIDIKAN Tekanan berlebihan pada aspek kognitif Menekankan pada keutuhan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik
• EVALUASI Acuan norma dan tes obyektif Acuan kriteria, tes, dan portofolio
Menurut Masnur (2007), di era otonomi ini kurikulum nasional bukan “harga mati”. Era globalisasi sarat dengan inovasi, termasuk kurikulum. Guru harus mampu menjalankan perannya secara professional. Dunia pendidikan harus melakukan upaya-upaya mendasar. Inilah mengapa kurikulum berubah.
2. Mengapa Kurikulum Berbasis Kompetensi
Puskur, Balitbang, Depdiknas (2002) memberikan rumusan bahwa kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus-menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Namun yang jelas, berbagai rumusan tentang kompetensi tersebut pada dasarnya adalah daya cakap, daya rasa, dan daya tindak seseorang yang siap diaktualisasikan ketika menghadapi tantangan kehidupannya, baik pada masa kini maupun masa akan datang.
Pembelajaran berbasis kompetensi menekankan pembelajaran ke arah penciptaan dan peningkatan serangkaian kemampuan dan potensi siswa agar bisa mengantisipasi tantangan aneka kehidupannya. Ini berarti, apabila selama ini orientasi pembelajaran lebih ditekankan pada aspek "pengetahuan" dan target "materi" yang cenderung verbalistis dan kurang memiliki daya terap, saat ini lebih ditekankan pada aspek "kompetensi" dan target "keterampilan". Melalui pembelajaran berbasis kompetensi ini, diharapkan mutu lulusan lebih bermakna dalam kehidupannya.
Dengan demikian, melalui Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) diharapkan selain mampu meningkatkan mutu dan relevansi juga untuk membangun budaya belajar sepanjang hayat, dengan 4 pilar pendidikan kesejagatan yaitu: (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together, dan (4) learning to be.
B. Konsep Dasar
1. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Apa sebenarnya kurikulum berbasis kompetensi atau KBK? Puskur (2002) menyatakan bahwa KBK merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar, serta pemberdayaan sumber daya pendidikan. Batasan tersebut menyiratkan bahwa KBK dikembangkan dengan tujuan agar peserta didik memperoleh kompetensi dan kecerdasan yang mumpuni dalam membangun identitas budaya dan bangsanya. Dalam arti, melalui penerapan KBK tamatan diharapkan memiliki kompetensi atau kemampuan akedemik yang baik, keterampilan untuk menunjang hidup yang memadai, pengembangan moral yang terpuji, pembentukan karakteryang kuat, kebiasaan hidupyang sehat, semangat bekerja sama yang kompak, dan apresiasi estetika yang tinggi terhadap dunia sekitar. Berbagai kompetensi tersebut harus berkembang secara harmonis dan berimbang.
Berdasarkan pengertian kompetensi di atas, kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
KBK memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu peserta didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk prilaku atau ketrampilan peserta didik sesuai criteria keberhasilan.
2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
KTSP disusun dan dikembangkan sebagai berikut: (1) Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional; (2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Berdasarkan pengertian tersebut, perbedaan esensial antara KBK dan KTSP tidak ada. Keduanya sama-sama seperangkat rencana pendidikan yang berorientasi pada kompetensi dan hasil belajar peserta didik. Perbedaannya menurut Masnur menampak pada teknis pelaksanaan. Jika KBK disusun oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Depdiknas (c.q. Puskur), maka KTSP disusun oleh tingkat satuan pendidikan masing-masing, dalam hal ini sekolah yang bersangkutan, walaupun masih tetap mengacu pada rambu-rambu nasional Panduan Penyusunan KTSP yang disusun oleh badan independen yang disebut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut:
• KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
• Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggungjawab di bidang pendidikan.
• Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
C. Landasan Pengembangan KBK dan KTSP
Dasar yuridis perubahan Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum 2004 yaitu :
• Evaluasi Kurikulum 1994
• UUD 1945, GBHN, UU No. 22 tahun 1999
• PP No. 25 tahun 2000
• UU No. 20 tahun 2003
Sedangkan KTSP dilandasi oleh undang-undang dan peraturan pemerintah sebagai berikut:
• Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
• Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
• Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
• Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
• Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan permendiknas no. 22 dan 23.
D. Prinsip-prinsip KBK dan KTSP
a. Prinsip KBK
Menyadari bahwa pengembangan kurikulum merupakan proses yang dinamis, maka penyusunan dan pelaksanaan KBK didasarkan pada sembilan prinsip, yaitu
(1) keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur;
(2) penguatan integritas nasional;
(3) keseimbangan antara etika, logika, estetika, dan kinestika;
(4) kesamaan memperoleh kesempatan;
(5) abad pengetahuan dan teknologi informasi;
(6) pengembangan kecakapan hidup (life skill);
(7) belajar sepanjang hayat;
(8) berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif;
(9) pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
Prinsip-prinsip tersebut dikembangkan dan diterapkan dalam rangka melayani dan membantu siswa mengembangkan dirinya secara optimal, baik dalam kaitannya dengan tuntutan studi lanjut, memasuki dunia kerja, maupun belajar sepanjang hayat secara mandiri dalam masyarakat.
b. Prinsip KTSP
Hampir sama dengan KBK, KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
(1) berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya;
(2) beragam dan terpadu;
(3) tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;
(4) relevan dengan kebutuhan kehidupan;
(5) menyeluruh dan berkesinambungan;
(6) belajar sepanjang hayat;
(7) seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Selain itu, KTSP disusun dengan memerhatikan acuan operasional sebagai berikut:
(1) Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
(2) Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
(3) Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan Ilngkungan
(4) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
(5) Tuntutan dunia kerja
(6) Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
(7) Agama
(8) Dinamika perkembangan global
(9) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
(10) Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
(11) Kesetaraan Gender
(12) Karakteristik satuan pendidikan
E. Karakteristik Utama KBK dan KTSP
Depdiknas (2002) mengemukakan hahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki karakristik sebagai berikut:
• Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
• Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
• Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
• Sumbcr belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
• Penilaian menekanhan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan suatu pencapaian suatu kompetensi.
Lebih lanjut, dari berbagai sumber sedikitnya dapat diidentifikasikan enam karakteristik kurikulum berbasis kompetensi, yaitu: (1) sistem belajar dengan modul; (2) menggunakan keseluruhan sumber belajar; (3) pengalaman lapangan; (4) strategi individual personal; (5) kemudahan belajar; dan (6) belajar tuntas.
Berdasar pemahaman tersebut, KBK dan KTSP dikembangkan berdasarkan beberapa karakteristik atau ciri utama. @MA-TEC (2001) misalnya, berfokus pada tiga ciri utama, yaitu (1) berpusat pada siswa (focus on learners), (2) memberikan mata pelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual (provide relevant and contextualzed subject matter) dan (3) mengembangkan mental yang kaya dan kuat pada siswa (develop rich and robust mental models) (@MATEC, 2001).
Dengan demikian, KBK dan KTSP setidaknya memiliki karakteristik sebagai berikut:
• Berbasis kompetensi dasar (curriculum based competencies), bukan materi pelajaran).
• Bertumpu pada pembentukan kemampuan yang dibutuhkan oleh siswa (developmentally-appropriate practice), bukan penerusan mated pelajaran.
• Berpendekatan atau berpusat pembelajaran (learner centered curriculum), bukan pengajaran.
• Berpendekatan terpadu atau integratif (integrative curriculum atau learning across curriculum), bukan diskrit.
• Bersifat diversifikatif, pluralistis, dan multikultural.
• Bermuatan empat pilar pendidikan kesejagatan, yaitu belajar memahami (learning to know), belajar berkarya (learning to do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be oneself), dan belajar hidup bersama (learning to live together).
• Berwawasan dan bermuatan manajemen berbasis sekofah.
Dengan karakteristik tersebut, KBK dan KTSP telah memungkinkan hal-hal berikut.
• Terkuranginya materi pembelajaran yang demikian banyak dan padat.
• Tersusunnya perangkat standar dan patokan kompetensi yang perlu dikuasai siswa, balk kompetensi tamatan, kompetensi umum, maupun kompetensi dasar mata pelajaran.
• Terkuranginya beban tugas guru yang selama ini sangat banyak dan beban belajar siswa yang selama ini sangat berat. Memperbesar kebebasan, kemerdekaan, dan keleluasaan tenaga pendidikan dan pengelola pendidikan di daerah, dan memberikan peluang mereka untuk berimprovisasi, berinovasi, dan berkreasi.
• Terbukanya kesempatan dan peluang bagi daerah (kota dan kabupaten), bahkan pengelola pendidikan dan tenaga pendidikan, untuk melakukan berbagai adaptasi, modifikasi, dan kontekstualisasi kurikulum sesuai dengan kenyataan lapangan, balk kenyataan demografis, geografis, sosiologis, kultural, maupun psikologis siswa.
• Terakomodasinya kepentingan dan kebutuhan daerah setempat, terutama kota dan kabupaten, balk dalam rangka melestarikan dan mengembangkan kebudayaan setempat, maupun melestarikan karakteristik daerah, tanpa harus mengabaikan kepentingan bangsa dan nasional.
• Terbuka lebarnya kesempatan bagi sekolah untuk mengembangkan kemandirian demi peningkatan mutu sekolah, yang disesuaikan dengan kondisi yang ada.
F. Jenjang Kompetensi pada KBK dan KTSP
1. Jenjang Kompetensi pada KBK
Secara teknis, KBK yang dikembangkan Puskur (2001) mengelompokkan kompetensi menjadi tiga jenjang, yaitu (1) kompetensi tamatan (KT), yaitu kompetensi-kompetensi yang seharusnya dimiliki siswa setelah mereka menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu (SD/MI, SMP/MTs, SMU/MA), (2) kompetensi umum (KU), yaitu kompetensi-kompetensi yang seharusnya dimiliki siswa setelah mereka mengikuti mata pelajaran tertentu pada jenjang pendidikan tertentu, dan (3) kompetensi dasar (KD), yaitu kompetensi-kompetensi pokok yang seharusnya dimiliki siswa setelah mereka mengikuti mata pelajaran tertentu pada satuan waktu tertentu. Dalam praktiknya, ketiga jenjang kompetensi ini menjadi acuan guru ketika melaksanakan tugas-tugas instruksional di sekolah.
Kompetensi dasar yang selama ini telah dikenal secara umum adalah membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Untuk hidup di era global ini, tidak bisa hanya berbekal calistung, tetapi diperlukan pula kompetensi atau kemampuan pemahaman (comprehension), komunikasi (communication), dan perhitungan (computation). Kompetensi-kompetensi dasar tersebut masih terlalu umum sehingga perlu dijelaskan lebih lanjut dalam bentuk kompetensi dasar minimal yang lebih terurai dalam kurikulum. "Kompetensi dasar minimal" inilah yang diupayakan guru secara maksimal melalui pembelajaran bagi siswanya. Oleh karena itu, setiap mata pelajaran menentukan SKBM (standar Ketuntasan Belajar Minimal).
2. Jenjang Kompetensi pada KTSP
Senada dengan itu, "kompetensi tamatan" pada KBK diistilahkan standar"kompetensi lulusan" pada KTSP, yang secara yuridis termuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. "Kompetensi umum" pada KBK diistilahkan "standar isi" pada KTSP, yang secara yuridis termuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jenis-jenis kompetensi yang lain, yaitu standar kompetensi dan kompetensi dasar, tidak ada perbedaan istilah antara KBK dan KTSP. Seperti halnya dalam KBK, KTSP juga mengacu kepada komptensi dasar minimal. Oleh karena itu, setiap mata pelajaran dalam KTSP juga menetapkan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).
G. Komponen dan Kerangka KBK dan KTSP
1. Komponen dan Kerangka KBK
a. Identifikasi Kompetensi
Identifikasi kompetensi, subkompetensi, dan tujuan khusus perlu dilakukan melalui berbagai pendekatan, agar hasil yang dirumuskan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
b. Struktur Kurikulum
Struktut kurikulum 2004 SMP/MTs. disajikan sebagai berikut.
No Mata Pelajaran Alokasi Waktu
Kelas VII Kelas VIII Klas IX
1. Pendidikan Agama 2 2 2
2. Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa dan Sastra
Indonesia 5 5 5
4. Matematika 5 5 5
5. Sains 5 5 5
7. Pengetahuan Sosial 5 5 5
8. Bahasa Inggris
Pendidikan Jasmani 4
2 4
2 4
2
9. Kesenian 2 2 2
10. Keterampilan
11. Teknologi Informasi
dan Komunikas i 2 2 2
Jumlah 34 34 34
Ketentuan untuk Kelas VII - IX
• (Minggu efektif dalam setahun pelajaran adalah 34 minggu dan jam sekolah efektif per minggu minimal 29 jam (40 menit).
• Alokasi waktu yang disediakan adalah 34 jam pelajaran per minggu.
• Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit.
• Sekolah dapat mengalokasikan waktu untuk melaksanakan kegiatan sekolah seperti kunjungan perpustakaan, olahraga, bakti sosial, dan sejenisnya.
• Mata pelajaran sains mencakup materi fisika, biologi, dan aspek kimia.
• Mata pelajaran Pengetahuan Sosial mencakup materi ekonomi, sejarah, dan geografi.
• Mata pelajaran kesenian, keterampilan, teknologi informasi dan komunikasi penyajiannya diatur oleh sekolah dengan menggunakan sistem blok.
• Daerah dan sekolah dapat menambah mata pelajaran yang sesuai dengan kebutuhannya, maksimal sebanyak 4 jam pelajaran.
c. Deskripsi Rumpun Mata Pelajaran
Berdasarkan identifikasi kompetensi dan struktur kurikulum di atas, selanjutnya dideskripsikan rumpun mata pelajaran sebagai berikut.
• Pendididian Agama
• Kewarganegaraan
• Bahasa Indonesia
• Matematika
• Sains
• Ilmu Sosial
• Bahasa Inggris dan Bahasa Asing Lain
• Pendidikan Jasmani
• Keterampilan
• Kesenian
• Teknologi Informasi dan Komunikasi
Kewarganegaraan (Citizenship) memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku-bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, kritris, kretatif, terampil, dan berkarakter sesuai dengan nilai-nilai Fancasila dan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa "implementasi kurikulum merupakan suatu proses penerapan konsep, ide, program, atau tatanan kurikulum ke dalam praktek pembelajaran atau aktivitas-aktivitas baru, sehingga terjadi perubahan pada sekelompok orang yang diharapkan untuk berubah. Dikemukakannya juga bahwa implementasi kurikulum merupakan proses interaksi antara fasilitator sebagai pengembang kurikulum, dan peserta didik sebagai subjek belajar.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa implementasi kurikulum adalah operasionalisasi konsep kurikulum yang masih bersifat potensial (tertulis) menjadi aktual dalam bentuk kegiatan pembelajaran.
Implementasi kurikulum sedikitnya dipengaruhi oleh tiga faktor berikut:
• Karakteristik kurikulum; yang mencakup ruang lingkup ide baru suatu kurikulum dan kejelasannya bagi pengguna di lapangan.
• Strategi implementasi; yaitu strategi yang digunakan dalam implementasi, seperti diskusi profesi, seminar, penataran, loka karya, penyediaan buku kurikulum, dan kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong penggunaan kurikulum di lapangan.
• Karakteristik pengguna kurikulum, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap guru terhadap kurikulum, serta kemampuannya untuk merealisasikan kurikulum (curriculum planning) dalam pembelajaran.
2. Komponen dan Kerangka KTSP
a. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan satuan pendidikan harus berorientasi pada tujuan pendidikan dasar, visi dan misi sekolah.
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kpribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Visi sekolah adalah gambaran sekolah yang dicita-citakan di masa depan. Visi sekolah merupakan rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan di masa yang akan dntang. Visi sekolah harus berorientasi pada tujuan pendidikan dasar dan tujuan pendidikan nasional.
Visi mencerminkan profil dan cita-cita sekolah/madrasah yang:
• berorientasi ke depan dengan memperhatikan potensi kekinian
• sesuai dengan norma, nilai, dan harapan masyarakat
• ingin mencapai keunggulan
• mendorong semangat dan komitmen selumh warga sekolah/madrasah
• mendorong adanya perubahan yang lebih baik
• mengarahkan langkah-langkah strategis (misi) sekolah/madrasah
Misi sekolah merupakan tindakan strategis yang akan dilaksanakan untuk mencapai visi sekolah. Misi sekolah memiliki ciri-ciri: 1) berbentuk layanan untuk memenuhi tuntutan visi, 2) berupa rumusan tindakan sebagai arahan untuk mewujudkan visi.
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan adalah tahapan atau langkah untuk mewujudkan visi sekolah dalam jangka waktu tertentu. Tujuan tingkat satuan pendidikan merupakan rumusan mengenai apa yang diinginkan pada kurun waktu tertentu.
b. Struktur dan Muatan Kurikulum
1) Struktur Kurikulum
Struktur kurikulum adalah pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum.
Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut :
• Kurikulum SMP/MTs memuat 10 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri (lihat tabel di bawah).
• Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SMP/MTs merupakan IPA Terpadu dan IPS Terpadu.
• Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
• Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 40 menit.
• Minggu efektif dalam satu tahun pembelajaran (dua semester) adalah 34 – 38 minggu.
1. KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Struktur kurikulum SMP/MTs. disajikan sebagai berikut.
KELAS DAN ALOKASI WAKTU
KOMPONEN VII VIII IX
A. Mata Pelajaran
• Pendidikan Agama 2 2 2
• Pendidikan Kewarganegaraa 2 2 2
• Bahasa Indonesia 4 4 4
• Bahasa Inggris 4 4 4
• Matematika 4 4 4
• Ilmu Pengetahuan Alam 4 4 4
• Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4
• Seni Budaya 2 2 2
• Pendidikan Jasmani, Olahraga dan kesehatan 2 2 2
• Keterampilan/Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2
B. Muatan Lokal 2 2 2
C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*)
Jumlah 32 32 32
2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
2) Muatan Kurikulum
Struktur kurikulum tingkatsatuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah tertuang dalam Standar isi, yang dikembangkan dari kelompok mata pelajaran sebagai berikut:
• Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
• Kelompok mata pela,jaran kewarganegaraan dan kepribadian
• Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
• Kelompok mata pelajaran estetika
• Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dnn kesehatan
Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 7.
Muatan kurikulum meliputi: mata pelajaran, muatan lokal, pengembangan diri, pengaturan beban belajar, kriteria ketuntasan belajar, ketentuan mengenai kenaikan kelas dan kelulusun, pendidikan kecakapan hidup, dan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
Mata Pelajaran
Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan tertera pada struktur kurikulum yang tercantum dalam Standar Isi.
Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
Kegiatan Pengembangan Diri
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik.
Pengaturan Beban Belajar
(1) Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, baik kategori standar maupun mandiri, SMA/MA/SMALB /SMK/MAK kategori standar.
(2) Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.
(3) Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.
(4) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
(5) Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0%-40%, SMP/MTs/SMPLB 0%-50% dan SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK 0%-60% dan waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
(6) Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.
(7) Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan sistem SKS mengikuti aturan sebagai berikut.
(a) Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
(b) Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan criteria kettuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran.
Kenaikan Kelas dan Kelulusan
Kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan mengacu kepada standar penilaian yang dikembangkan oleh BSNP. Sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 pasal 72 ayat 1, peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dalan menengah setelah:
1) Menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
2) Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan
3) Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
4) Lulus ujian nasional.
Ketentuan mengenai penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.
Pendidikan Kecakapan Hidup
(1) Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/ SMALB, SMK/SMAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan/atau kecakapan vokasional.
(2) Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian dari pendidikan semua mata pelajaran.
(3) Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan/atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
(1) Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
(2) Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran.
(3) Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
c. Kalender Pendidikan
Satuan pendidikan dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memerhatikan kalender pendidikan sebagaimana tercantum dalam Standar Isi.
d. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pengajaran
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Berdasarkan silabus inilah guru bisa mengembangkannya menjadi Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) bagi siswanya.
Dari uraian di atas mengenai komponen dan Kerangka KBK dan KTSP, Nampak adanya persamaan dan perbedaan sebagai berikut:
• Dalam KBK maupun KTSP perlu adanya identifikasi kompetensi, subkompetensi dan rumusan tujuan pembelajaran. Dalam KBK Kompetensi Dasar dirumuskan dalam materi pokok. Sedangkan dalam KTSP kompetensi dasar dirumuskan dalam indikator.
• Tujuan, visi, dan misi pendidikan tidak ada perbedaan secara prinsipil.
• Struktur kurikulum KBK meliputi sebelas mata pelajaran sedangkan KTSP meliputi tiga komponen: mata pelajaran (10 ) ditambah muatan lokal dan pengembangan diri. Jumlah jam minimal 34 (KBK) dengan tambahan 4 jam jadi maksimal 38 jam, sedangkan dalam KTSP jam minimal 32 dengan tambahan maksimal 4 jam pelajaran jadi total 36 jam. Minggu efektif dalam setahun pelajaran adalah 34 minggu dan jam sekolah efektif per minggu minimal 29 jam (40 menit).
(1) Minggu efektif dalam satu tahun pembelajaran (dua semester) adalah 34 – 38 minggu (sama KBK dengan KTSP)
(2) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan (sama KBK dengan KTSP)
(3) Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit (KBK) dan dalam KTSP: 40 menit tatap muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur
(4) Mata pelajaran sains mencakup materi fisika, biologi, dan aspek kimia (KBK). Dalam KTSP menjadi IPA terpadu.
(5) Mata pelajaran Pengetahuan Sosial mencakup materi ekonomi, sejarah, dan geografi (KBK). Dalam KTSP menjadi IPS Terpadu.
(6) Mata pelajaran kesenian, keterampilan, teknologi informasi dan komunikasi penyajiannya diatur oleh sekolah dengan menggunakan sistem blok (KBK). Dalam KTSP kesenian menjadi seni budaya (KTSP) tetap mata pelajaran tersendiri sedangkan ketrampilan dan teknologi informasi asalnya terpisah kemudian digabung menjadi ketrampilan/teknologi informasi dan komunikasi.
H. Langkah Penyusunan Silabus
a. KBK
Format silabus meliputi identifikasi mata pelajaran, penyebaran dan pengurutan standar kompetensi, penentuan kompetensi dasar, penentuan materi pokok dan uraiannya, penentuan strategi pembelajaran, penentuan alokasi waktu, dan sumber bahan. Standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator sudah standarnasional (dari PUSKUR), selebihnya disusun oleh guru.
b. KTSP
Format silabus KBK dengan KTSP sama. Perbedaannya:
Dalam KTSP, standar isi ditetapkan oleh BSNP meliputi standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan dalam KBK yang sudah standar nasional ditetapkan PUSKUR meliputi standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok dan indikator. Dalam KTSP, indikator dan materi pokok dikembangkan oleh guru dalam tingkat satuan pendidikan.
Berikut ini langkah penyusunan Silabus baik dalam KBK maupun KTSP.
• Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
• Mengidentifikasi Materi Pokok
• Mengembangankan Pengalaman Belajar
• Merumuskan Indikator Keberhasilan Belajar
• Penentuan Jenis Penilaian
• Menentukan Alokasi Waktu
• Menentukan Sumber Belajar
Pengembangan Silabus Berkelanjutan
Dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, dievaluasi, dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru. Silabus harus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan masukan hasil evaluasi hasil belajar, evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran), dan evaluasi rencana pembelajaran.
KESIMPULAN
• Penyempurnaan KBK menjadi KTSP disebabkan KBK tidak menunjukkan hasil yang signifikan karena berbagai faktor: konsep KBK belum dipahami secara benar oleh guru, draft kurikulum yang terus-menerus mengalami perubahan, belum adanya panduan strategi pembelajaran yang mumpuni (mayoritas masih berbasis materi), yang bisa dipakai pegangan guru ketika akan menjalankan tugas instruksional bagi siswanya. Dengan demikian KTSP sebenarnya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang telah dilaksanakan berdasarkan kurikulum 2004, hanya telah mengalami penyempurnaan dengan tujuan agar kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam KBK bisa ditanggulangi, baik pada tataran perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
• KBK maupun KTSP mengacu kepada Kurikulum Berbasis Kompetensi dengan harapan selain mampu meningkatkan mutu dan relevansi juga untuk membangun budaya belajar sepanjang hayat, dengan 4 pilar pendidikan kesejagatan yaitu: (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together, dan (4) learning to be.
• Perbedaan esensial antara KBK dan KTSP tidak ada. Keduanya sama-sama seperangkat rencana pendidikan yang berorientasi pada kompetensi dan hasil belajar peserta didik. Perbedaannya nampak pada teknis pelaksanaan. Jika KBK disusun oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Depdiknas (c.q. Puskur), maka KTSP disusun oleh tingkat satuan pendidikan masing-masing, dalam hal ini sekolah yang bersangkutan, walaupun masih tetap mengacu pada rambu-rambu nasional Panduan Penyusunan KTSP yang disusun oleh badan independen yang disebut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
• Prinsip pengembangan KBK dan KTSP serta karakteristik keduanya tidak berbeda secara substansial.
• Jenjang kompetensi KBK dengan KTSP hanya perbedaan istilah. “kompetensi tamatan” dalam KBK diistilahkan Standar "kompetensi lulusan" pada KTSP. "Kompetensi umum" pada KBK diistilahkan "standar isi" pada KTSP. Jenis-jenis kompetensi yang lain, yaitu standar kompetensi dan kompetensi dasar, tidak ada perbedaan istilah antara KBK dan KTSP. Seperti halnya dalam KBK, KTSP juga mengacu kepada komptensi dasar minimal. Oleh karena itu, KBK menetapkan SKBM (Standar Ketuntasan Belajar Minimal) atau KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dalam KTSP.
• Dilihat dari komponen dan Kerangka KBK dan KTSP, nampak adanya persamaan dan perbedaan sebagai berikut:
a) Baik KBK maupun KTSP perlu mengidentifikasi kompetensi, subkompetensi dan rumusan tujuan pembelajaran. Dalam KBK Kompetensi Dasar dirumuskan dalam materi pokok. Sedangkan dalam KTSP kompetensi dasar dirumuskan dalam indikator.
b) Tujuan, visi, dan misi pendidikan tidak ada perbedaan secara prinsipil.
c) Struktur kurikulum KBK meliputi sebelas mata pelajaran sedangkan KTSP meliputi tiga komponen: mata pelajaran (10 ) ditambah muatan lokal dan pengembangan diri. Hal lainnya sebagai berikut:
(1) Minggu efektif dalam satu tahun pembelajaran (dua semester) adalah 34 – 38 minggu (sama KBK dengan KTSP)
(2) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan (sama KBK dengan KTSP)
(3) Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit (KBK) dan dalam KTSP: 40 menit tatap muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur
(4) Mata pelajaran sains mencakup materi fisika, biologi, dan aspek kimia (KBK). Dalam KTSP menjadi IPA terpadu.
(5) Mata pelajaran Pengetahuan Sosial mencakup materi ekonomi, sejarah, dan geografi (KBK). Dalam KTSP menjadi IPS Terpadu.
(6) Mata pelajaran kesenian, keterampilan, teknologi informasi dan komunikasi penyajiannya diatur oleh sekolah dengan menggunakan sistem blok (KBK). Dalam KTSP kesenian menjadi seni budaya (KTSP) tetap mata pelajaran tersendiri sedangkan ketrampilan dan teknologi informasi asalnya terpisah kemudian digabung menjadi ketrampilan/teknologi informasi dan komunikasi.
Masnur Muslich, KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007)
Lihat UU Nomor 20/3003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Pasal 1 Butir 19)
Masnur Muslich, KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007)
Puskur, Balitbang Depdiknas, 2001
PP No. 19 Tahun 200 Tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan, pasal 1 ayat 15.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1 dan 2
Masnur Muslich, KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007)
BSNP, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, jakarta, 2006
BSNP, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, jakarta, 2006
Masnur Muslich, KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007)
Puskur, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: 2004)
Puskur, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: 2004)
Masnur Muslich, KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007)
BSNP, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, jakarta, 2006
BSNP, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP/MTs., jakarta, 2006
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pensisikan , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007
Kurikulum KTSP
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dirumuskan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Kurikulum Tingakat Satuan Pendidikan (KTSP)?
2. Apa Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?
3. Apa ciri-ciri Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?
4. Apa Kelebihan dan kekurangan Kurikulum Tingakat Satuan Pendidikan (KTSP) bagi pendidkan?
5. Apa perbedaan dan kesamaan KTSP dengan kurikulum sebelumnya?
3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan yang akan di capai dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?
2. Dapat Mengetahuai prinsip-prinsip pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?
3. Dapat mengetahui ciri-ciri Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?
4. Dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?
5. Dapat Mengetahuai Perbedaan dan kesamaan KTSP dengan kurikulum yang sebelumnya?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan ( BSNP ). KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. KTSP memupunyai beberapa landasan, landasan tersebut adalah :
a. UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
b. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
c. Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi
d. Permendiknas No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
e. Permendiknas No. 24/2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23/2006
2. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2.Beragam dan terpadu.
3.Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
4.Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
5.Menyeluruh dan berkesinambungan.
6.Belajar sepanjang hayat.
7.Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
3. Ciri-ciri Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
1. KTSP memberi kebebasan kepada tiap-tiap sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah, kemampuan peserta didik, sumber daya yang tersedia dan kekhasan daerah.
2. Orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
3. Guru harus mandiri dan kreatif.
4. Guru diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai metode pembelajaran..
Beberapa ciri terpenting dari KTSP adalah sebagai berikut :
1. KTSP menganut prinsip Fleksibilitas
2. KTSP membutuhkan pemahaman dan keinginan sekolah untuk mengubah kebiasaan lama yakni pada kebergantungan pada birokrat..
3. Guru kreatif dan siswa aktif.
4. KTSP dikembangkan dengan prinsip diversifikasi.
5. KTSP sejalan dengan konsep desentralisasi dan MBS ( Manajemen Berbasis Sekolah )
6. KTSP tanggap terhadap perkembangan iptek dan seni.
7. KTSP beragam dan terpadu
4. Kelebihan Dan Kekurangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
1. Kelebihan
• Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
• Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
• KTSP memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang aspektabel bagi kebutuhan siswa..
• KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20%.
• KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan.
2. Kekurangan
• Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada
• Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendikung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP
• Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara Komprehensif baik konsepnya, penyusunanya maupun prakteknya di lapangan
• Penerapan KTSP yang merokomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurangnya pendapatan guru.
5. Perbedaan dan kesamaan KTSP dengan kurikulum sebelumnya
a. Pada umumnya perbedaan KTSP dengan kurikulum sebelumnya adalah
No. KTSP Kurikulum Sebelumnya
1. Dibuat oleh sekolah Dibuat oleh pusat
2. Berbasis kompetensi Berbasis kontens
3. Siswa aktif Guru aktif
4. Berdasar Standar Nasional Belum ada Standar Nasional
b. Perbedaan KTSP dengan KBK ( kurikulum 2004 )
KBK KTSP
Kurang operasional Lebih operasional
Guru cenderung tidak kreatif Guru lebih kreatif
Guru menjabarkan kurikulum yang dibuat Depdiknas Guru membuat kurikulum sendiri
Sekolah kurang diberi kewenangan untuk mengembangkan kurikulum Sekolah diberi keleluasaan untuk mengembangkan kurikulum
Kurang relevan dengan otonomo daerah Lebih relevan
c. Persamaan KTSP dengan KBK
1. Sama sama menekankan pada aspek kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa
2. Sama sama merupakan kurikulum yang bersifat otonomi daerah dimana setip daerah diberikan kesempatan yng seluas-uasnya untuk mengembangkanya.
3. Adanya persamaan dalam prancangan pembelajaran berupa adanya standar kompetensi, kompetensi dasar dan indicator pencapaian.
4. Sama sama danya system evaluasi dalam penenentuan hasil belajar sisiwa.
5. Adanya kebebasan dalam pengembngan yang dilakukan oleh guru waluapun di KTSP itu guru diberikan kebebasan yang lebih.
6. Sama -sama berorientasi pada prinsip pendidikan sepanjang hayat.
7. Sama- sama memerlukan sarana dan prasarana yang memadai
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dan mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2.Beragam dan terpadu.
3.Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
4.Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
5.Menyeluruh dan berkesinambungan.
6.Belajar sepanjang hayat.
7.Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Perbedaan KTSP dan KBK
Pendahuluan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah konsep kurikulum yang dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional RI untuk menggantikan Kurikulum 1994. KBK merupakan sebuah konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh siswa, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.
KBK lahir sebagai implikasi dari Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Dengan adanya Undang-Undang tersebut, maka terjadi perubahan kebijakan pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik kepada desentralistik. Perubahan kebijakan tersebut sudah barang tentu berimplikasi pada penyempurnaan kurikulum. Melalui Kurikulum 2004, daerah diberi keleluasaan untuk mengembangkan dunia pendidikan di wilayahnya berdasarkan karakteristik daerah tersebut.
KBK juga lahir sebagai respon atas berbagai persoalan yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia, diantaranya adalah pergeseran orientasi pendidikan, dari orientasi berkelompok kepada individual. Maksudnya pendidikan diarahkan untuk membentuk individu yang mempunyai potensi dan bakat yang berbeda dan bervariasi, sehingga perlu pehatikan secara berbeda
Perbedaan antara KBK dan KTSP
Tabel : Perbandingan Kurikulum 2004 dan 2006
ASPEK KURIKULUM 2004 KURIKULUM 2006
1. Landasan Hukum Tap MPR/GBHN Tahun 1999-2004
UU No. 20/1999 – Pemerintah-an Daerah
UU Sisdiknas No 2/1989 kemudian diganti dengan UU No. 20/2003
PP No. 25 Tahun 2000 tentang pembagian kewenangan UU No. 20/2003 – Sisdiknas
PP No. 19/2005 – SPN
Permendiknas No. 22/2006 – Standar Isi
Permendiknas No. 23/2006 – Standar Kompetensi Lulusan
2. Implementasi /
Pelaksanaan
Kurikulum Bukan dengan Keputusan/ Peraturan Mendiknas RI
Keputusan Dirjen Dikdasmen No.399a/C.C2/Kep/DS/2004 Tahun 2004.
Keputusan Direktur Dikme-num No. 766a/C4/MN/2003 Tahun 2003, dan No. 1247a/ C4/MN/2003 Tahun 2003. Peraturan Mendiknas RI No. 24/2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 22 tentang SI dan No. 23 tentang SKL
3. Ideologi Pendidik-
an yang Dianut Liberalisme Pendidikan : terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif Liberalisme Pendidikan : terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif
4. Sifat (1) Cenderung Sentralisme Pendidikan : Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci; Daerah/Sekolah hanya melaksanakan Cenderung Desentralisme Pendidikan : Kerangka Dasar Kurikulum disusun oleh Tim Pusat; Daerah dan Sekolah dapat mengembangkan lebih lanjut.
5. Sifat (2) Kurikulum disusun rinci oleh Tim Pusat (Ditjen Dikmenum/ Dikmenjur dan Puskur) Kurikulum merupakan kerangka dasar oleh Tim BSNP
6. Pendekatan Berbasis Kompetensi
Terdiri atas : SK, KD, MP dan Indikator Pencapaian Berbasis Kompetensi
Hanya terdiri atas : SK dan KD. Komponen lain dikembangkan oleh guru
7. Struktur Berubahan relatif banyak dibandingkan kurikulum sebelumnya (1994 suplemen 1999)
Ada perubahan nama mata pelajaran
Ada penambahan mata pelajaran (TIK) atau penggabungan mata pelajaran (KN dan PS di SD) Penambahan mata pelajaran untuk Mulok dan Pengem-bangan diri untuk semua jenjang sekolah
Ada pengurangan mata pelajaran (Misal TIK di SD)
Ada perubahan nama mata pelajaran
KN dan IPS di SD dipisah lagi
Ada perubahan jumlah jam pelajaran setiap mata pelajaran
8. Beban Belajar Jumlah Jam/minggu :
SD/MI = 26-32/minggu
SMP/MTs = 32/minggu
SMA/SMK = 38-39/minggu
Lama belajar per 1 JP:
SD = 35 menit
SMP = 40 menit
SMA/MA = 45 menit Jumlah Jam/minggu :
SD/MI 1-3 = 27/minggu
SD/MI 4-6 = 32/minggu
SMP/MTs = 32/minggu
SMA/MA= 38-39/minggu
Lama belajar per 1 JP:
SD/MI = 35 menit
SMP/MTs = 40 menit
SMA/MA = 45 menit
9. Pengembangan
Kurikulum lebih
lanjut Hanya sekolah yang mampu dan memenuhi syarat dapat mengembangkan KTSP.
Guru membuat silabus atas dasar Kurikulum Nasional dan RP/Skenario Pembelajaran Semua sekolah /satuan pendidikan wajib membuat KTSP.
Silabus merupakan bagian tidak terpisahkan dari KTSP
Guru harus membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
10. Prinsip
Pengembangan
Kurikulum Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Nilai-nilai Budaya
Penguatan Integritas Nasional
Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika
Kesamaan Memperoleh Kesempatan
Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi
Pengembangan Kecakapan Hidup
Belajar Sepanjang Hayat
Berpusat pada Anak
Pendekatan Menyeluruh dan Kemitraan Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
Beragam dan terpadu
Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Menyeluruh dan berkesinam-bungan
Belajar sepanjang hayat
Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
11. Prinsip
Pelaksanaan
Kurikulum Tidak terdapat prinsip pelaksanaan kurikulum 1.Didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya.
2 .Menegakkan lima pilar belajar:
belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,
belajar untuk memahami dan menghayati,
belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain,
belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembela-jaran yang efektif, aktif, kreatif & menyenangkan.
3. Memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan perbaik-an, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisinya dengan memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
Dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling meneri-ma dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada
5. Menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan meman-faatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.
6. Mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
7. Diselenggarakan dalam kese-imbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
12. Pedoman
Pelaksanaan
Kurikulum Bahasa Pengantar
Intrakurikuler
Ekstrakurikuler
Remedial, pengayaan, akselerasi
Bimbingan & Konseling
Nilai-nilai Pancasila
Budi Pekerti
Tenaga Kependidikan
Sumber dan Sarana Belajar
Tahap Pelaksanaan
Pengembangan Silabus
Pengelolaan Kurikulum Tidak terdapat pedoman pelaksanaan kurikulum seperti pada Kurikulum 2004.
Untuk sementara baru 12 aspek yang saya temukan, dimana hanya 2 (dua) hal saja yang sama, yakni landasan ideologis dan pendekatan yang digunakan. Sementara 10 aspek lainnya berbeda sangat nyata, meskipun ada kemiripan pada butir-butir tertentu.
Bila kita lihat dari beberapa aspek yang terdapat dalam KBK maupun KTSP, ada kesamaan antara keduanya. Kesamaan tersebut diantaranya adalah :
1. Pendekatan pembelajaran berorintasi pada kompetensi (competence based approach).
2 . Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi
4. Penilaian memperhatikan pada proses dan hasil belajar (authentic assessment)
5. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif
Rangkuman
KTSP itu bukan menggantikan KBK, hanya masalah segi aspeknya saja yang berbeda. Bicara KBK adalah lebih mengacu pada desain kurikulum. seperti digambarkan oleh Sowel (2002), desain kurikulum adalah cara mengorganisasikan materi kurikulum. Sedangkan KTSP lebih mengacu pada tingkatan (level) pengembangan kurikulum. Dengan kata lain Kurikulum yang dipakai masih tetap berpola pada KBK, sedangkan segi tingkat pengembangan sampai pada tingkat satuan pendidikan, harapannya tentu memberikan otonomi seluas-luasnya kepada guru dan sekolah untuk mengembangan kompetensi based sesuai dengan kondisi yang ada di masing-masing daerah
Tetapi pada prinsipnya, model KTSP bukanlah kurikulum baru, hanya modifikasi dari model kurikulum yang sudah ada. “Jadi bukan berarti kita ganti kurikulum,”
Daftar Pustaka :
Perbedaan KBK dan KTSP oleh Nanang Rijono , www.nanangrijono.worpress.com
Perbdaan KBK dan KTSP oelh Deni Suyatna. , www.imtsnurulazhar.wordpress.com
Selengkapnya...
Orang Melayu menyadari pula, bahwa sejak dini, kepada anak haruslah ditanamkan nilai-nilai luhur agama, budaya dan norma-norma sosial yang hidup di dalam masyarakatnya. Tertanamnya nilai-nilai luhur sejak dini, amatlah besar pengaruh dan manfaatnya bagi peletakan dasar dan landasan kepribadian anak.
a. Nilai-nilai luhur yang harus ditanamkan pada anak
Di dalam adat dan tradisi Melayu, nilai-nilai luhur yang harus ditanamkan sejak dini antara lain :
1. “Berpijak pada Yang Esa “, yakni nilai-nilai keagamaan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Di dalam ungkapan disebut :
Bergantung pada Yang Satu
Berpegang pada Yang Esa
Tuah hidup sempurna hidup
Hidup berakal mati beriman
Malang hidup celaka hidup
Hidup tak tahu halal haram.
2. “Hidup berkaum sepakaian”, yakni nilai-nilai persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, nilai-nilai kegotongroyongan dan senasib sepenanggungan.
Di dalam ungkapan disebut :
Ke hulu sana bergalah
Ke hilir sama berkayuh
Terendam sama basah
Terapung sama timbul
Yang semak buang kerimba
Yang keruh buang ke laut
Yang kesat sama diampelas
Yang berbongkol sama ditaruh.
3. “Hidup sifat bersifat”, yakni nilai-nilai budi pekerti mulia, terpuji dan tahu membawa diri.
Di dalam ungkapan disebut :
Hidup dalam pekerti
Mati dalam budi
Bila duduk, duduk bersifat
Bila tegak, tegak beradat
Bila bercakap, bercakap berkhasiat
Bila diam, diam makrifat
Kalau bercakap di bawah-bawah
Tapi tidak ke bawah sangat
Nanti mati dipihak gajah
Kalau duduk di tepi-tepi
Tapi jangan ke tepi sangat
Nanti tercampak ke pelimbahan
Kalau mandi di hilir-hilir
Tapi jangan ke hilir sangat
Nanti hanyut ditelah gelombang
Kalau makan berjimat-jimat
Tetapi jangan berjimat sangat
Nanti badan tinggal tulang
Kalau berlabuh pada yang tenang
Kalau berhenti pada yang teduh
Kalau bersandar pada yang kuat
Kalau bersila pada yang rata
4. “Hidup berkeadaan, mati bertepatan”, yakni nilai-nilai kokoh pendirian, percaya diri, pantang menyerah, rela berkorban dan mandiri.
Di dalam ungkapan disebut :
Tahan asak dengan banding
Tahan sentak dengan unjun
Tahan pelasah dengan belasah
Tegak di kaki awak
Sukatnya dicupak awak
Pantang surut dari gelanggang
Pantang membilang langkah pulang
Kepalang mandi biarlah basah
Kepalang sempit biar terhimpit
Yang sekuku sama dibagi
Yang sekuman sama dibelah
Hati gajah sama dilapah
Hati tungau sama dicecah
Tegaknya tidak bersulang
Condongnya tidak berpalang
Tingginya tidak dijulang
Rendahnya tidak dihempang
Ke atas ia berpucuk
Ke bawah ia berakar
Di tengah ia berbatang
Besar tidak karena gelar
Kecil tidak karena nama
5. “Hidup bertenggangan, mati berpegangan”, yakni nilai-nilai ber tenggang rasa dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Di dalam ungkapan disebut :
Adat hidup tenggang menenggang
Adat mati kenang mengenang
Tenggang tidak bilang membilang
Kenang tidak kelang mengelang
Kalau pahit ke awak
Tak kan manis ke orang
Salah besar diperkecil
Salah kecil dihabisi
Sakit tidak diungkit
Senang tidak dipantang
6. “Hidup berketurunan, mati berkepanjangan”, yakni nilai-nilai pewarisan yang terpuji, baik berupa karya mau pun pewarisan nilai-nilai luhur, budi dan perilaku mulia serta nama baik.
Di dalam ungkapan disebut :
Dalam hidup ada matinya
Dalam mati ada hidupnya
Yang tebu menyentak naik
Meninggalkan buku dengan rusanya
Yang manusia menyentak turun
Meninggalkan adat dengan pusaka
Meninggalkan ico dengan pakaian
Semut mati meninggalkan sarang
Belalang mati meninggalkan keting
Harimau mati meninggalkan belang
Gajah mati meninggalkan gading
Manusia mati meninggalkan nama
Nama baik jadi sebutan
Kerja baik jadi ikutan
Dalam mati ada hidupnya
Hidup tuah dengan petuah
Hidup tunjuk dengan ajarnya
Hidup wasiat dengan manatnya
7. “Hidup menggulat air setimba”, yakni nilai-nilai kesadaran pentingnya memanfaatkan waktu selama hidup di permukaan bumi ini, baik untuk kepentingan dunia maupun kepentingan akhirat.
Dalam ungkapan disebut :
Berjalan ketika pagi
Memerun ketika panas
Menuang ketika cair
Berbeban selagi berdaya
Membahan selagi padan
Meramu selagi mau
Melihat sebelum buta
Mendengar sebelum pekak
Bertanya sebelum bisu
Karena kilat tak kan terjiat
Karena cahaya tak kan tersangga
Karena umur tak akan terukur
Bila lepas kijang ke rimba
Diunut pun sia-sia
Bila hidup di pintu rimba
Tak berguna segala sesal
8. “Sifat Tua”, yakni nilai-nilai kepemimpinan. Nilai kepemimpinan ini termasuk salah satu nilai yang paling diutamakan dalam adat dan tradisi Melayu. Keyakinan mereka bahwa setiap pribadi adalah pemimpin yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhannya, menyebabkan orang Melayu menanamkan nilai-nilai kepemimpinan ke dalam diri anaknya.
Di dalam ungkapan disebut :
Yang disebut sifat tua
Pertama tahu kan dirinya
Kedua tahu hidup kan mati
Ketiga tahu hutang bebannya
Hutang hidup sesama hidup
Hutang mati sesudah mati
Hutang tak dapat dianjak alih
Tahu beban yang menantinya
Tahu hutang yang menunggunya
Tahu buah ada tangkainya
Tahu kayu ada pucuknya
Tangkai tidak membuang buah
Pucuk tidak membuang ranting
Tahu hidup memegang wakil
Tahu mati memegang amanat
Tahu alur dengan patutnya
Tahu salah dengan silahnya
Tukang tidak membuang bahan
Penghulu tidak membuang tuah
Alim tidak membuang kitab
Raja tidak membuang daulat
Yang tua tahu kedudukannya
Yang muda tahu tempat tegaknya
Yang hidup tahu pasang surutnya
Yang mati tahu timbang sukatnya
Orang Melayu meyakini, apabila kepada anak nilai-nilai luhur di atas sudah ditanamkan sejak dini, “menurut lahirnya” atau “menurut akal”, anak itu tentulah akan dapat menjadi “orang” yang mereka idam-idamkan itu. Sebaliknya, apabila nilai-nilai luhur itu tidak ditanamkan sejak dini, besar kemungkinan anak akan “lupa diri” yakni tercabut dari akar agama, budaya, adat dan tradisi nenek moyangnya. Anak yang “lupa diri”, amatlah mudah hanyut atau terseret ke “jalan salah” atau “menyalah”, bahkan tersesat sama sekali.
Dari sisi lain, orang tua yang tidak berusaha menanamkan nilai-nilai luhur kepada anaknya, dianggap “orang tua menyalah”, karena menyalahi ketentuan adat dan tradisinya itu. Orang tua yang mendapat sebutan ini, tentulah kurang dihargai oleh masyarakatnya, bahkan sering dijadikan ejekan dan cemooh.
b. Upaya menamankan Nilai-nilai luhur
Karena pentingnya nilai-nilai luhur ini, berbagai cara dan budaya mereka lakukan untuk menanamkannya kepada anaknya sejak dini. Upaya itu bahkan sudah dilakukan sejak anak masih berada dalam kandungan ibunya. Berbagai “pantang larang”, upacara dan lambang-lambangnya, memberi petunjuk adanya upaya untuk menanamkan nilai-nilai luhur itu kepada anak.
1. Upaya pra kelahiran anak
1.1. Berbentuk upacara :
Salah satu bentuk upacara yang amat umum ialah upacara “menujuh bulan” yang disebut juga upacara “menyih” atau “melenggang perut”. Upacara ini dilakukan setelah kandungan berusia tujuh bulan.
Upacara ini dilaksanakan dengan berbagai bentuk dan variasinya, melibatkan hampir seluruh lapisan masyarakat sekitarnya. Tujuan pokok upacara ini ialah untuk mendoakan keselamatan ibu dan anaknya dalam melahirkan, dan mendoakan agar anak yang berada dalam kandungan itu kelak dilahirkan dalam keadaan sehat dan sempurna dan menjadi “orang “ setelah ia dewasa.
Berbagai kegiatan dan lambang yang diberlakukan dalam upacara itu selain mengacu kepada keselamatan ibu, juga mengacu kepada anak dalam kandungannya. Pembacaan Barzanji dan Marhaban, secara implisit bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai agama Islam yang dianut masyarakatnya kepada anak dalam kandungannya.
Sirih dengan perangkat kelengkapannya, mengisaratkan menanamkan nilai-nilai sopan santun, ramah tamah dan berbudi pekerti mulia. Pemotongan rambut ibu (secara simbiotik), “melenggang perut” ibu, menggambarkan penanaman nilai kebersihan dan kesucian lahiriah dan batiniah. Penyajian hidangan nasi kunyit beserta kelengkapannya, selain bertujuan untuk keselamatan ibu, juga melambangkan penanaman nilai-nilai kedermawanan, tenggang rasa dan tolong menolong (di dalam sebutan harian “murah hati dan terbuka tangan”). Upacara Penepung Tawaran terhadap ibu, selain untuk keselamatan ibu, juga melambangkan penanaman nilai-nilai luhur adat dan tradisinya. Pembacaan doa selamat, selain untuk keselamatan ibu dan anak, sekaligus menanamkan nilai-nilai keagamaan dan sebagainya.
1.2. Berbentuk “pantang larang”
“Pantang larang”, ialah pantangan dan larangan bagi setiap orang untuk melakukan sesuatu karena dapat menimbulkan hal-hal yang tidak baik bukan saja terhadap dirinya sendiri, tetapi dapat pula merembet ke orang lain.
Khusus mengenai upaya menanamkan nilai-nilai luhur dan keselamatan anak yang masih di dalam rahim ibunya, “pantang larang” itu antara lain : “pantang bacar mulut”, yakni suka mengata-ngatai orang, memaki-maki, mengumpat dan berbicara seenaknya tanpa memikirkan akibat nya. Apabila seorang ibu yang hamil bersifat “bacar mulut” ini, maka akan yang dikandungnya itu, kelak akan bersifat seperti itu pula. Sebab itu, seorang ibu yang hamil, dituntut untuk menjaga mulutnya, bersifat sabar dan lapang dada. Sifat-sifat ini, akan melekat ke dalam jiwa anak yang dikandungnya.
“pantang menganiaya binatang”, yakni dilarang menyakiti segala jenis hewan, apalagi sampai menimbulkan cacat. Apabila ibu atau ayah keluarga dekatnya melakukan perbuatan yang dipantangkan itu, maka anak yang di dalam kandungan itu kelak, sifatnya akan suka menganiaya orang, kejam dan tidak berperikemanusiaan. Akibat lainnya, anak itu kalau lahir, akan “terkenan”, yakni fisiknya akan menyerupai hewan yang dianiaya tersebut (buta, bengkok, cacat dll). Sebaliknya, orang tua dituntut untuk bersikap pengasih dan penyayang, suka membantu dan memberi pertolongan dan sebagainya. Orang Melayu percaya, sifat ini akan melekat pula kejiwa anak yang berada dalam kandungan ibunya.
“pantang membengak”, yakni berkata bohong. Bila ibu dalam hamilnya suka berbohong, maka anak yang dikandungnya itu pun kelak akan menjadi pembohong pula. Sebab itu, ibu haruslah bersifat jujur, berkata benar dan berhati ikhlas. Sifat ini, akan tertanam dan melekat pada jiwa anak yang dikandungnya itu.
Di dalam adat dan tradisi Melayu, “pantang” dan “larang” yang bertujuan untuk keselamatan ibu beserta anaknya dan sekaligus menanamkan nilai-nilai luhur itu cukup banyak jumlahnya. Mereka percaya, dengan mematuhi “pantang larang” itu, berarti mereka sudah menanamkan nilai-nilai luhur agama, budaya dan norma-norma sosial masyarakatnya kepada anak yang dikandungnya itu.
Di dalam ungkapan disebut :
Taat memegang pantang larang
Yang pantang dibuang jauh
Yang larang ditanam dalam
Yang budi ditanam tumbuh
Yang niat dihajat dapat
Yang pintak turun ke anak
Sebaliknya, orang tua yang tidak mengikuti “pantang larang” dianggap menyia-nyiakan hidup anaknya. Bila kelak anaknya tidak menjadi “orang”, maka kegagalan itu selalu dikaitkan dengan sikap orang tuanya yang melanggar “pantang larang” itu.
Di dalam ungkapan disebut :
Terlanggar ke pantang larang
Yang pantang menjadi hutang
Yang larang membawa malang
Yang hajat tak bersampaian
Yang niat tak berkabulan
1.3. Berbentuk lambang-lambang :
Upaya menanamkan nilai-nilai luhur kepada anak, tercermin pula dalam berbagai lambang yang mereka warisi turun temurun.
Di antaranya adalah :
“Bedak Langir”. Ibu yang hamil, diharuskan berbedak dan berlangir. “Berbedak”, adalah membedaki seluruh tubuhnya dengan ramuan tradisional (seperti “bedak benang silo”, “bedak dingin” dll). Lahiriahnya, berbedak ini membersihkan seluruh tubuh ibu dari segala kotoran. Hakekatnya, merupakan lambang membersihkan jiwa anak dari “daki” dunia, yakni semua sifat-sifat kotor duniawi.
Di dalam ungkapan disebut :
Emak yang berbedak
Daki dunia yang mengelak
Langir, ialah membersihkan kepala (rambut) atau keramas yang dilakukan ibu dengan ramuan tradisional (seperti : rebusan air pandan wangi yang dicampur dengan akar-akaran lain). Secara lahiriah, merawat rambut ibu, tetapi hakekatnya, merupakan lambang membersihkan jiwa dan pikiran anak dari “kutu” dunia.
Di dalam ungkapan disebut :
Berlangir mencuci rambut
Kutu dunia yang tercabut
Lambang-lambang yang mencerminkan upaya menanamkan nilai-nilai luhur pada anak dalam kandungan, cukup banyak pula jumlahnya dalam adat dan tradisi Melayu. Dalam tata rias misalnya, terdapat pula lambang-lambang seperti :
“Bercelak” pada mata, melambangkan supaya anak “bermata tajam”, tahu melihat buruk dan baik. “Berpupur” (bedak di pipi), melambangkan supaya anak “bermuka manis” dan tidak “bermuka tebal” dalam hidupnya. “Bergincu” pada bibir, melambangkan supaya anak “bermulut manis” berani berkata benar.
Lambang-lambang itu, selain menyebabkan ibu selalu dalam keadaan bersih, terawat, juga mengingatkan ibu dan orang tua, supaya memperhatikan anak yang di dalam kandungannya, yang prilaku mereka (terutama ibunya) amatlah besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak yang dikandungnya.
2. Upaya sesudah lahir :
2.1. Azan atau qamad
Orang Melayu, umumnya beragama Islam. Beberapa saat setelah bayi lahir, kalau ia laki-laki, segera di azankan oleh ayah, datuk, atau orang tua yang dituakan keluarga itu. Kalau anak itu perempuan, maka di qamatkan. Azan dan qamad itu dibisikkan ke telinga anak yang baru lahir sebagai upaya menanamkan ajaran Agama Islam pada si anak.
2.2. Dioleskan madu :
Selanjutnya, bayi yang baru lahir itu, bibirnya dioleskan madu (lazimnya madu lebah), sebagai lambang menanamkan harapan agar anak itu kelak “bermulut manis”, bijak berkata-kata dan berani berkata benar.
2.3. Disenandungkan :
Untuk menidurkan bayi, ibu atau siapa saja menidurkannya dengan senandung (lagu-lagu) yang lirik-lirik pantunnya berisi doa, petuah dan beraneka ragam nasehat. Upaya ini, merupakan bagian upaya menanamkan nilai-nilai luhur agama, budaya dan norma-norma sosial masyarakat kepada anak.
Di antara lirik senandung itu adalah :
Ya Allah Malikul Rahman
Anak ku ini berilah beriman
Amal ibadat minta kuatkan
Setan iblis minta jauhkan
Dari kecil cencilak padi
Sesudah besar cencilak padang
Darilah kecil duduk mengaji
Sesudah besar tegak sembahyang
Pucuk dedap selera dedap
Sudah bertangkai setapak jari
Duduklah anak membaca kitab
Sesudah pandai tegak sendiri
Apa berdebuk seberang pekan
Buli-buli yang kena jerat
Buah yang mabuk jangan dimakan
Batang berduri usah dipanjat
Jangan suka mematahkan parang
Tangan luka gagangnya rusak
Jangan suka menyusahkan orang
Tuhan murka orang pun muak
Mencabut tebu tidaklah mudah
Banyak sekali duri lalangnya
Menuntut ilmu tidaklah mudah
Banyak sekali aral halangnya
Petang Jumat memukul beduk
Sesudah azan orang pun qamad
Peganglah amanat elok-elok
Supaya badan hidup selamat
Pantun-pantun yang penuh dengan ajaran agama, petuah, nasehat dan tunjuk ajar amatlah banyak dimiliki orang Melayu. Pantun-pantun ini ada yang didendangkan melalui senandung dan lagu-lagu, ada pula yang diketengahkan dalam upacara-upacara adat, berbalas pantun dan sebagainya. Tujuan semuanya mengacu kepada menanamkan nilai-nilai luhur terhadap anak khususnya dan seluruh anggota masyarakat umumnya.
2.4. Bercerita sebelum tidur :
Apabila anak mulai mengerti, upaya menanamkan niali-nilai luhur itu dilakukan pula dengan tradisi bercerita sebelum atau menjelang tidur. Orang tua, nenek atau siapa saja, sebelum tidur, bercerita kepada anak atau cucunya dengan berbagai kisah (cerita rakyat) yang isinya penuh dengan tunjuk ajar. Berbagai tema cerita, diceritakan kepada anak, sehingga anak menyerap nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Di dalam masyarakat Melayu, cerita-cerita rakyat amatlah banyak jumlahnya. Ada cerita yang dituturkan dengan bahasa percakapan biasa, ada pula yang disampaikan dengan irama tertentu (seperti : koba, kayat, nyanyi panjang dan sebagainya). Cerita-cerita ini lazimnya dilengkapi pula dengan berbagai ungkapan, termasuk ungkapan-ungkapan adat, pantun-pantun dan sebagainya.
2.5. Permainan rakyat :
Upaya lain yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai luhur itu ialah melalui permaian rakyat. Di antaranya ialah “pencak silat”. Belajar bersilat, menjadi kebanggaan anak laki-laki. Berbagai ketentuan, persyaratan dan lambang-lambangnya, mengacu kepada persyaratan pembentukan jiwa dan prilaku yang terpuji. Dengan belajar silat, anak-anak bukan saja sehat jasmaninya, tetapi rohaninya pun dituang pula dengan tunjuk ajar yang amat bermafaat untuk bekal hidupnya.
Selengkapnya...