Selamat Datang

Diposting oleh Unknown | 09.05 | 0 komentar »

Orang Melayu menyadari pula, bahwa sejak dini, kepada anak haruslah ditanamkan nilai-nilai luhur agama, budaya dan norma-norma sosial yang hidup di dalam masyarakatnya. Tertanamnya nilai-nilai luhur sejak dini, amatlah besar pengaruh dan manfaatnya bagi peletakan dasar dan landasan kepribadian anak.

a. Nilai-nilai luhur yang harus ditanamkan pada anak
Di dalam adat dan tradisi Melayu, nilai-nilai luhur yang harus ditanamkan sejak dini antara lain :
1. “Berpijak pada Yang Esa “, yakni nilai-nilai keagamaan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Di dalam ungkapan disebut :
Bergantung pada Yang Satu
Berpegang pada Yang Esa

Tuah hidup sempurna hidup
Hidup berakal mati beriman

Malang hidup celaka hidup
Hidup tak tahu halal haram.

2. “Hidup berkaum sepakaian”, yakni nilai-nilai persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, nilai-nilai kegotongroyongan dan senasib sepenanggungan.


Di dalam ungkapan disebut :
Ke hulu sana bergalah
Ke hilir sama berkayuh

Terendam sama basah
Terapung sama timbul

Yang semak buang kerimba
Yang keruh buang ke laut

Yang kesat sama diampelas
Yang berbongkol sama ditaruh.

3. “Hidup sifat bersifat”, yakni nilai-nilai budi pekerti mulia, terpuji dan tahu membawa diri.
Di dalam ungkapan disebut :
Hidup dalam pekerti
Mati dalam budi

Bila duduk, duduk bersifat
Bila tegak, tegak beradat

Bila bercakap, bercakap berkhasiat
Bila diam, diam makrifat

Kalau bercakap di bawah-bawah
Tapi tidak ke bawah sangat
Nanti mati dipihak gajah
Kalau duduk di tepi-tepi
Tapi jangan ke tepi sangat
Nanti tercampak ke pelimbahan
Kalau mandi di hilir-hilir
Tapi jangan ke hilir sangat
Nanti hanyut ditelah gelombang

Kalau makan berjimat-jimat
Tetapi jangan berjimat sangat
Nanti badan tinggal tulang

Kalau berlabuh pada yang tenang
Kalau berhenti pada yang teduh
Kalau bersandar pada yang kuat
Kalau bersila pada yang rata

4. “Hidup berkeadaan, mati bertepatan”, yakni nilai-nilai kokoh pendirian, percaya diri, pantang menyerah, rela berkorban dan mandiri.

Di dalam ungkapan disebut :
Tahan asak dengan banding
Tahan sentak dengan unjun
Tahan pelasah dengan belasah

Tegak di kaki awak
Sukatnya dicupak awak

Pantang surut dari gelanggang
Pantang membilang langkah pulang
Kepalang mandi biarlah basah
Kepalang sempit biar terhimpit

Yang sekuku sama dibagi
Yang sekuman sama dibelah
Hati gajah sama dilapah
Hati tungau sama dicecah

Tegaknya tidak bersulang
Condongnya tidak berpalang
Tingginya tidak dijulang
Rendahnya tidak dihempang

Ke atas ia berpucuk
Ke bawah ia berakar
Di tengah ia berbatang

Besar tidak karena gelar
Kecil tidak karena nama

5. “Hidup bertenggangan, mati berpegangan”, yakni nilai-nilai ber tenggang rasa dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Di dalam ungkapan disebut :
Adat hidup tenggang menenggang
Adat mati kenang mengenang

Tenggang tidak bilang membilang
Kenang tidak kelang mengelang

Kalau pahit ke awak
Tak kan manis ke orang

Salah besar diperkecil
Salah kecil dihabisi

Sakit tidak diungkit
Senang tidak dipantang

6. “Hidup berketurunan, mati berkepanjangan”, yakni nilai-nilai pewarisan yang terpuji, baik berupa karya mau pun pewarisan nilai-nilai luhur, budi dan perilaku mulia serta nama baik.

Di dalam ungkapan disebut :
Dalam hidup ada matinya
Dalam mati ada hidupnya

Yang tebu menyentak naik
Meninggalkan buku dengan rusanya

Yang manusia menyentak turun
Meninggalkan adat dengan pusaka
Meninggalkan ico dengan pakaian

Semut mati meninggalkan sarang
Belalang mati meninggalkan keting
Harimau mati meninggalkan belang
Gajah mati meninggalkan gading

Manusia mati meninggalkan nama
Nama baik jadi sebutan
Kerja baik jadi ikutan

Dalam mati ada hidupnya
Hidup tuah dengan petuah
Hidup tunjuk dengan ajarnya
Hidup wasiat dengan manatnya

7. “Hidup menggulat air setimba”, yakni nilai-nilai kesadaran pentingnya memanfaatkan waktu selama hidup di permukaan bumi ini, baik untuk kepentingan dunia maupun kepentingan akhirat.

Dalam ungkapan disebut :
Berjalan ketika pagi
Memerun ketika panas
Menuang ketika cair
Berbeban selagi berdaya

Membahan selagi padan
Meramu selagi mau

Melihat sebelum buta
Mendengar sebelum pekak
Bertanya sebelum bisu

Karena kilat tak kan terjiat
Karena cahaya tak kan tersangga
Karena umur tak akan terukur

Bila lepas kijang ke rimba
Diunut pun sia-sia

Bila hidup di pintu rimba
Tak berguna segala sesal

8. “Sifat Tua”, yakni nilai-nilai kepemimpinan. Nilai kepemimpinan ini termasuk salah satu nilai yang paling diutamakan dalam adat dan tradisi Melayu. Keyakinan mereka bahwa setiap pribadi adalah pemimpin yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhannya, menyebabkan orang Melayu menanamkan nilai-nilai kepemimpinan ke dalam diri anaknya.

Di dalam ungkapan disebut :
Yang disebut sifat tua
Pertama tahu kan dirinya
Kedua tahu hidup kan mati
Ketiga tahu hutang bebannya

Hutang hidup sesama hidup
Hutang mati sesudah mati
Hutang tak dapat dianjak alih

Tahu beban yang menantinya
Tahu hutang yang menunggunya

Tahu buah ada tangkainya
Tahu kayu ada pucuknya

Tangkai tidak membuang buah
Pucuk tidak membuang ranting

Tahu hidup memegang wakil
Tahu mati memegang amanat

Tahu alur dengan patutnya
Tahu salah dengan silahnya

Tukang tidak membuang bahan
Penghulu tidak membuang tuah
Alim tidak membuang kitab
Raja tidak membuang daulat

Yang tua tahu kedudukannya
Yang muda tahu tempat tegaknya

Yang hidup tahu pasang surutnya
Yang mati tahu timbang sukatnya

Orang Melayu meyakini, apabila kepada anak nilai-nilai luhur di atas sudah ditanamkan sejak dini, “menurut lahirnya” atau “menurut akal”, anak itu tentulah akan dapat menjadi “orang” yang mereka idam-idamkan itu. Sebaliknya, apabila nilai-nilai luhur itu tidak ditanamkan sejak dini, besar kemungkinan anak akan “lupa diri” yakni tercabut dari akar agama, budaya, adat dan tradisi nenek moyangnya. Anak yang “lupa diri”, amatlah mudah hanyut atau terseret ke “jalan salah” atau “menyalah”, bahkan tersesat sama sekali.
Dari sisi lain, orang tua yang tidak berusaha menanamkan nilai-nilai luhur kepada anaknya, dianggap “orang tua menyalah”, karena menyalahi ketentuan adat dan tradisinya itu. Orang tua yang mendapat sebutan ini, tentulah kurang dihargai oleh masyarakatnya, bahkan sering dijadikan ejekan dan cemooh.

b. Upaya menamankan Nilai-nilai luhur
Karena pentingnya nilai-nilai luhur ini, berbagai cara dan budaya mereka lakukan untuk menanamkannya kepada anaknya sejak dini. Upaya itu bahkan sudah dilakukan sejak anak masih berada dalam kandungan ibunya. Berbagai “pantang larang”, upacara dan lambang-lambangnya, memberi petunjuk adanya upaya untuk menanamkan nilai-nilai luhur itu kepada anak.

1. Upaya pra kelahiran anak
1.1. Berbentuk upacara :
Salah satu bentuk upacara yang amat umum ialah upacara “menujuh bulan” yang disebut juga upacara “menyih” atau “melenggang perut”. Upacara ini dilakukan setelah kandungan berusia tujuh bulan.
Upacara ini dilaksanakan dengan berbagai bentuk dan variasinya, melibatkan hampir seluruh lapisan masyarakat sekitarnya. Tujuan pokok upacara ini ialah untuk mendoakan keselamatan ibu dan anaknya dalam melahirkan, dan mendoakan agar anak yang berada dalam kandungan itu kelak dilahirkan dalam keadaan sehat dan sempurna dan menjadi “orang “ setelah ia dewasa.
Berbagai kegiatan dan lambang yang diberlakukan dalam upacara itu selain mengacu kepada keselamatan ibu, juga mengacu kepada anak dalam kandungannya. Pembacaan Barzanji dan Marhaban, secara implisit bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai agama Islam yang dianut masyarakatnya kepada anak dalam kandungannya.
Sirih dengan perangkat kelengkapannya, mengisaratkan menanamkan nilai-nilai sopan santun, ramah tamah dan berbudi pekerti mulia. Pemotongan rambut ibu (secara simbiotik), “melenggang perut” ibu, menggambarkan penanaman nilai kebersihan dan kesucian lahiriah dan batiniah. Penyajian hidangan nasi kunyit beserta kelengkapannya, selain bertujuan untuk keselamatan ibu, juga melambangkan penanaman nilai-nilai kedermawanan, tenggang rasa dan tolong menolong (di dalam sebutan harian “murah hati dan terbuka tangan”). Upacara Penepung Tawaran terhadap ibu, selain untuk keselamatan ibu, juga melambangkan penanaman nilai-nilai luhur adat dan tradisinya. Pembacaan doa selamat, selain untuk keselamatan ibu dan anak, sekaligus menanamkan nilai-nilai keagamaan dan sebagainya.

1.2. Berbentuk “pantang larang”
“Pantang larang”, ialah pantangan dan larangan bagi setiap orang untuk melakukan sesuatu karena dapat menimbulkan hal-hal yang tidak baik bukan saja terhadap dirinya sendiri, tetapi dapat pula merembet ke orang lain.
Khusus mengenai upaya menanamkan nilai-nilai luhur dan keselamatan anak yang masih di dalam rahim ibunya, “pantang larang” itu antara lain : “pantang bacar mulut”, yakni suka mengata-ngatai orang, memaki-maki, mengumpat dan berbicara seenaknya tanpa memikirkan akibat nya. Apabila seorang ibu yang hamil bersifat “bacar mulut” ini, maka akan yang dikandungnya itu, kelak akan bersifat seperti itu pula. Sebab itu, seorang ibu yang hamil, dituntut untuk menjaga mulutnya, bersifat sabar dan lapang dada. Sifat-sifat ini, akan melekat ke dalam jiwa anak yang dikandungnya.
“pantang menganiaya binatang”, yakni dilarang menyakiti segala jenis hewan, apalagi sampai menimbulkan cacat. Apabila ibu atau ayah keluarga dekatnya melakukan perbuatan yang dipantangkan itu, maka anak yang di dalam kandungan itu kelak, sifatnya akan suka menganiaya orang, kejam dan tidak berperikemanusiaan. Akibat lainnya, anak itu kalau lahir, akan “terkenan”, yakni fisiknya akan menyerupai hewan yang dianiaya tersebut (buta, bengkok, cacat dll). Sebaliknya, orang tua dituntut untuk bersikap pengasih dan penyayang, suka membantu dan memberi pertolongan dan sebagainya. Orang Melayu percaya, sifat ini akan melekat pula kejiwa anak yang berada dalam kandungan ibunya.
“pantang membengak”, yakni berkata bohong. Bila ibu dalam hamilnya suka berbohong, maka anak yang dikandungnya itu pun kelak akan menjadi pembohong pula. Sebab itu, ibu haruslah bersifat jujur, berkata benar dan berhati ikhlas. Sifat ini, akan tertanam dan melekat pada jiwa anak yang dikandungnya itu.
Di dalam adat dan tradisi Melayu, “pantang” dan “larang” yang bertujuan untuk keselamatan ibu beserta anaknya dan sekaligus menanamkan nilai-nilai luhur itu cukup banyak jumlahnya. Mereka percaya, dengan mematuhi “pantang larang” itu, berarti mereka sudah menanamkan nilai-nilai luhur agama, budaya dan norma-norma sosial masyarakatnya kepada anak yang dikandungnya itu.

Di dalam ungkapan disebut :
Taat memegang pantang larang
Yang pantang dibuang jauh
Yang larang ditanam dalam

Yang budi ditanam tumbuh
Yang niat dihajat dapat
Yang pintak turun ke anak

Sebaliknya, orang tua yang tidak mengikuti “pantang larang” dianggap menyia-nyiakan hidup anaknya. Bila kelak anaknya tidak menjadi “orang”, maka kegagalan itu selalu dikaitkan dengan sikap orang tuanya yang melanggar “pantang larang” itu.

Di dalam ungkapan disebut :
Terlanggar ke pantang larang
Yang pantang menjadi hutang
Yang larang membawa malang
Yang hajat tak bersampaian
Yang niat tak berkabulan

1.3. Berbentuk lambang-lambang :
Upaya menanamkan nilai-nilai luhur kepada anak, tercermin pula dalam berbagai lambang yang mereka warisi turun temurun.

Di antaranya adalah :
“Bedak Langir”. Ibu yang hamil, diharuskan berbedak dan berlangir. “Berbedak”, adalah membedaki seluruh tubuhnya dengan ramuan tradisional (seperti “bedak benang silo”, “bedak dingin” dll). Lahiriahnya, berbedak ini membersihkan seluruh tubuh ibu dari segala kotoran. Hakekatnya, merupakan lambang membersihkan jiwa anak dari “daki” dunia, yakni semua sifat-sifat kotor duniawi.


Di dalam ungkapan disebut :
Emak yang berbedak
Daki dunia yang mengelak

Langir, ialah membersihkan kepala (rambut) atau keramas yang dilakukan ibu dengan ramuan tradisional (seperti : rebusan air pandan wangi yang dicampur dengan akar-akaran lain). Secara lahiriah, merawat rambut ibu, tetapi hakekatnya, merupakan lambang membersihkan jiwa dan pikiran anak dari “kutu” dunia.

Di dalam ungkapan disebut :
Berlangir mencuci rambut
Kutu dunia yang tercabut

Lambang-lambang yang mencerminkan upaya menanamkan nilai-nilai luhur pada anak dalam kandungan, cukup banyak pula jumlahnya dalam adat dan tradisi Melayu. Dalam tata rias misalnya, terdapat pula lambang-lambang seperti :
“Bercelak” pada mata, melambangkan supaya anak “bermata tajam”, tahu melihat buruk dan baik. “Berpupur” (bedak di pipi), melambangkan supaya anak “bermuka manis” dan tidak “bermuka tebal” dalam hidupnya. “Bergincu” pada bibir, melambangkan supaya anak “bermulut manis” berani berkata benar.
Lambang-lambang itu, selain menyebabkan ibu selalu dalam keadaan bersih, terawat, juga mengingatkan ibu dan orang tua, supaya memperhatikan anak yang di dalam kandungannya, yang prilaku mereka (terutama ibunya) amatlah besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak yang dikandungnya.
2. Upaya sesudah lahir :
2.1. Azan atau qamad
Orang Melayu, umumnya beragama Islam. Beberapa saat setelah bayi lahir, kalau ia laki-laki, segera di azankan oleh ayah, datuk, atau orang tua yang dituakan keluarga itu. Kalau anak itu perempuan, maka di qamatkan. Azan dan qamad itu dibisikkan ke telinga anak yang baru lahir sebagai upaya menanamkan ajaran Agama Islam pada si anak.

2.2. Dioleskan madu :
Selanjutnya, bayi yang baru lahir itu, bibirnya dioleskan madu (lazimnya madu lebah), sebagai lambang menanamkan harapan agar anak itu kelak “bermulut manis”, bijak berkata-kata dan berani berkata benar.

2.3. Disenandungkan :
Untuk menidurkan bayi, ibu atau siapa saja menidurkannya dengan senandung (lagu-lagu) yang lirik-lirik pantunnya berisi doa, petuah dan beraneka ragam nasehat. Upaya ini, merupakan bagian upaya menanamkan nilai-nilai luhur agama, budaya dan norma-norma sosial masyarakat kepada anak.

Di antara lirik senandung itu adalah :
Ya Allah Malikul Rahman
Anak ku ini berilah beriman
Amal ibadat minta kuatkan
Setan iblis minta jauhkan

Dari kecil cencilak padi
Sesudah besar cencilak padang
Darilah kecil duduk mengaji
Sesudah besar tegak sembahyang

Pucuk dedap selera dedap
Sudah bertangkai setapak jari
Duduklah anak membaca kitab
Sesudah pandai tegak sendiri

Apa berdebuk seberang pekan
Buli-buli yang kena jerat
Buah yang mabuk jangan dimakan
Batang berduri usah dipanjat

Jangan suka mematahkan parang
Tangan luka gagangnya rusak
Jangan suka menyusahkan orang
Tuhan murka orang pun muak

Mencabut tebu tidaklah mudah
Banyak sekali duri lalangnya
Menuntut ilmu tidaklah mudah
Banyak sekali aral halangnya

Petang Jumat memukul beduk
Sesudah azan orang pun qamad
Peganglah amanat elok-elok
Supaya badan hidup selamat

Pantun-pantun yang penuh dengan ajaran agama, petuah, nasehat dan tunjuk ajar amatlah banyak dimiliki orang Melayu. Pantun-pantun ini ada yang didendangkan melalui senandung dan lagu-lagu, ada pula yang diketengahkan dalam upacara-upacara adat, berbalas pantun dan sebagainya. Tujuan semuanya mengacu kepada menanamkan nilai-nilai luhur terhadap anak khususnya dan seluruh anggota masyarakat umumnya.

2.4. Bercerita sebelum tidur :
Apabila anak mulai mengerti, upaya menanamkan niali-nilai luhur itu dilakukan pula dengan tradisi bercerita sebelum atau menjelang tidur. Orang tua, nenek atau siapa saja, sebelum tidur, bercerita kepada anak atau cucunya dengan berbagai kisah (cerita rakyat) yang isinya penuh dengan tunjuk ajar. Berbagai tema cerita, diceritakan kepada anak, sehingga anak menyerap nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Di dalam masyarakat Melayu, cerita-cerita rakyat amatlah banyak jumlahnya. Ada cerita yang dituturkan dengan bahasa percakapan biasa, ada pula yang disampaikan dengan irama tertentu (seperti : koba, kayat, nyanyi panjang dan sebagainya). Cerita-cerita ini lazimnya dilengkapi pula dengan berbagai ungkapan, termasuk ungkapan-ungkapan adat, pantun-pantun dan sebagainya.

2.5. Permainan rakyat :
Upaya lain yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai luhur itu ialah melalui permaian rakyat. Di antaranya ialah “pencak silat”. Belajar bersilat, menjadi kebanggaan anak laki-laki. Berbagai ketentuan, persyaratan dan lambang-lambangnya, mengacu kepada persyaratan pembentukan jiwa dan prilaku yang terpuji. Dengan belajar silat, anak-anak bukan saja sehat jasmaninya, tetapi rohaninya pun dituang pula dengan tunjuk ajar yang amat bermafaat untuk bekal hidupnya.

0 komentar